Anak bukanlah orang dewasa mini. Maka dari itu, anak harus diperlakukan berbeda dengan orang dewasa. Oleh sebab itu, pendidikan anak harus disesuaikan dengan jiwa anak. Adalah Friedrich Wilhelm August Frobel (21 April 1782 – 21 Juni 1852), seorang pakar didik anak dari Jerman, yang memelopori munculnya gerakan pendidikan anak.
Ayahnya adalah seorang pendeta. Ibunya meninggal dunia enam bulan setelah ia lahir. Kemudian, Frobel diasuh oleh ibu tirinya yang kejam yang tidak mengakui Frobel sebagai anaknya. Masa kecilnya semakin pahit karena ayahnya tidak pernah mau tahu dengan keadaannya, bahkan ia dicap oleh ayahnya sebagai anak terkutuk dengan kemampuan intelektual yang rendah.
Penderitaan yang dialami Frobel semasa kecil membangkitkan hasratnya untuk memperbaiki dan mengubah cara mendidik anak, baik di rumah maupun di sekolah. Karena besarnya kecintaan pada anak-anak, ia mendirikan sekolah khusus bagi anak-anak prasekolah yang dikenal dengan nama “kindergarten” (Taman Kanak-kanak). Sampai sekarang Frobel dikenal sebagai Bapak Taman Kanak-kanak.
Semboyannya yang terkenal adalah: “Marilah kita hidup bagi anak!” Anjurannya yang terkenal di sekolahnya dalam mendidik anak-anak, yaitu friede, freude, dan freihet (damai, gembira, dan merdeka). Sangat sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak-anak. Metode yang dianjurkan Frobel, yaitu dari anak-anak dan dengan anak-anak. Cita-cita Frobel baru diakui oleh masyarakat setelah ia meninggal dunia. Sebelumnya, semasa ia hidup banyak orang yang mengejek cita-citanya itu.
Perlukah anak-anak kita dimasukkan ke TK sebelum anak dimasukkan ke SD? Tidak perlu diragukan lagi jawabannya. Jelas sekali memasukkan anak ke TK memiliki sejumlah keuntungan. Jika ditinjau dari sudut perkembangan anak, anak usia prasekolah masih memiliki sifat egosentris, suatu sifat di mana anak masih memandang bahwa segala sesuatu yang ada di sekitarnya adalah untuknya, kepunyaannya, dan harus tunduk kepadanya. Sifat ini terkadang menyusahkan orangtua. Anak sering bertengkar, membantah, dan menolak nasihat orangtua. Perasaan sosial anak masih kurang. Dengan memasukkan anak ke TK, anak akan belajar bergaul dengan anak lain, bermain bersama, dan belajar bersama. Anak akan belajar untuk tunduk kepada aturan dan belajar bertanggung jawab. Dengan demikian, perasaan sosial anak akan tumbuh dan terlatih. Selain itu, anak mulai belajar sopan santun, berlaku baik, tolong-menolong sesama teman, dan sebagainya. Semuanya itu baik bagi perkembangan mental anak sehingga anak siap dan matang bersekolah menuju jenjang yang lebih tinggi. (suf)
Referensi utama:
Purwono, M. N. (2003). Ilmu pendidikan teoritis dan praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.